Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 1, Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar (Anies-Muhaimin), dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Presiden) Tahun 2024 pada Senin (22/4/2024). Putusan ini dikeluarkan setelah MK menyatakan bahwa permohonan Anies-Muhaimin tidak memiliki dasar hukum yang cukup.
Ketua MK, Suhartoyo, menyatakan dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 bahwa Mahkamah menolak seluruh permohonan yang diajukan oleh Anies-Muhaimin. Dalam pertimbangannya, MK mengelompokkan argumen dari Anies-Muhaimin menjadi enam klaster, termasuk independensi penyelenggara pemilu, keabsahan pencalonan, bantuan sosial, mobilisasi pejabat negara, prosedur pemilu, dan pemanfaatan aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap).
Selama pengumuman putusan, sekelompok massa yang ikut mengawal hasil Pilpres 2024 melakukan unjuk rasa di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat. Kelompok massa ini, yang melibatkan berbagai kelompok dari kubu 01 dan 03, termasuk Forum Bersama Pejuang Perubahan, Fron Penegak Rakyat Berdaulat, dan Gerakan Penegakan Kedaulatan Rakyat.
Eka Jaya, Ketua Ormas Pengacara dan Jawara Bela Umat dan salah satu koordinator aksi, menyatakan bahwa meskipun mereka menghormati keputusan MK, mereka tetap berkomitmen untuk mengawal sistem demokrasi di Indonesia agar tetap berjalan dengan adil.
“Kita akan terus melanjutkan perjuangan untuk perbaikan bangsa ini. Ini awal dari perjuangan kita untuk selalu melakukan perubahan ke arah yang lebih baik lagi bagi bangsa ini,” ujar Eka Jaya.
Aksi demonstrasi ini menegaskan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam mengawal proses demokrasi dan menekankan perlunya pengawasan yang ketat terhadap lembaga-lembaga yang berwenang, seperti Mahkamah Konstitusi, untuk memastikan bahwa sistem demokrasi di Indonesia.