Radaltimes.com, JAKARTA – Juru bicara Kementerian Kesehatan, dr Mohammad Syahril menyampaikan, bahwa organisasi kesehatan dunia yakni WHO (World Health Organization) dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) telah sepakat dengan rencana penggunaan vaksin cacar monyet atau Mpox di Indonesia.
Hanya saja, dr Syahril menyampaikan bahwa vaksinasi Mpox tersebut hanya akan dilakukan secara massal ketika terjadi kondisi darurat saja.
“Vaksin Mpox sudah menerima Emergency Use Listing (EUL) dari WHO dan Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM. Yang berarti vaksin ini boleh digunakan dalam kondisi darurat,” kata dr Mohammad Syahril dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (12/9).
Lantas, Syahril pun merespons narasi yang mengklaim bahwa vaksin Mpox yang dipersiapkan adalah vaksin eksperimental. Parahnya, klaim tersebut disertai ajakan agar masyarakat menolak vaksin
Mpox.
Menurut Syahril, narasi semacam itu jelas salah dan keliru besar. Bahkan di dalam pelaksanaan vaksinasi pun, Kementerian Kesehatan akan didampingi oleh Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi atau Komnas KIPI agar memastikan program vaksinasi tetap aman.
“Faktanya, klaim tersebut keliru. Dalam pelaksanaan vaksinasi, Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas KIPI) turut memantau keamanan dan memastikan manfaat pemberian vaksin,” terangnya.
Sebagai upaya pencegahan penularan virus Mpox, BPOM dengan Komnas KIPI terus memantau penggunaan vaksin Mpox. Hal ini dilakukan guna memastikan keamanan dan manfaatnya.
Vaksin Mpox yang digunakan di Indonesia saat ini adalah jenis Modified Vaccinia Ankara-Bavarian Nordic (MVA-BN). Vaksin ini merupakan vaksin turunan cacar (smallpox), generasi ketiga yang bersifat non-replicating.
Pelaksanaan vaksinasi Mpox dengan MVA-BN telah dilakukan sejak 2023. Hal itu dilakukan setelah ditemukan kasus konfirmasi kasus Mpox atau Cacar Monyet di Indonesia.